Thursday, May 5, 2011

Air, Modal Pembangunan Perekonomian Dan Penyediaan Pangan

 

Air adalah sumber kehidupan, tidak ada kehidupan yang tidak menggunakan air, semua kebutuhan hidup pastilah menggunakan air. Namun, bertolak belakang dari pemikiran tersebut, seringkali justru terlihat kurangnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan terhadap air itu sendiri. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Sumber Daya Air (SDA) Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Mochammad Amron dalam acara Forum Diskusi Nasional dengan tema “Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu”, kemarin (3/5) di Jakarta.

 

“Sumber daya air selain sebagai penopang sistem kehidupan, juga sebagai modal untuk pembangunan perekonomian ke depannya dan hal tersebut juga harus disadari, bahwa pembangunan ekonomi yang saat ini masih jauh dari perwujudan perekonomian yang tangguh dan mensejahterakan kehidupan seluruh lapisan masyarakat,” jelas Amron.

 

Air juga sangat berperan dalam penyediaan pangan yang hingga saat ini kian terbatas karena bertambahnya jumlah penduduk. Ironisnya, peningkatan jumlah penduduk juga menyebabkan peningkatan konversi lahan sawah. Hasil pertanian mengalami penurunan, karena semakin susutnya areal persawahan beririgasi ataupun karena kerusakan jaringan irigasi.

 

“Buruknya kondisi hutan yang disebabkan oleh deforestasi yang meningkat pesat dan memburuknya penutupan lahan di wilayah hulu serta daerah aliran sungai menyebabkan terganggunya ketersediaan sumber daya air yang berkelanjutan,” jelas Amron. Defisit ketersediaan air di sungai pada musim kemarau seringkali menyebabkan kurangnya pasokan air baku yang digunakan untuk keperluan rumah tangga, perkotaan, pertanian, industri dan juga Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).

 

Dengan adanya defisit atas ketersediaan air di musim kemarau dan juga pertambahan penduduk, maka diperlukan suatu pedoman pengelolaan sumber daya air yang berfungsi untuk memandu perilaku masyarakat dalam menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan hingga 20 tahun mendatang.

 

“Hal ini dilakukan agar Indonesia tidak lagi mengalami krisis air, krisis pangan, krisis energi dan krisis kesehatan, karena keempat krisis tersebut menjadi suatu tantangan nasional jangka panjang yang perlu diwaspadai agar tidak menimbulkan dampak yang buruk bagi masyarakat,” tegas Dirjen SDA.

 

Dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka pelaksanaan desentralisasi pembangunan dan otonomi daerah seringkali membawa dampak berupa konflik pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan kemampuan kelembagaan pengelola sarana dan prasarana sumber daya air terpadu atau IWRM (Integrated Water Resources Management).  Hal ini dilakukan untuk mempertahankan kondisi kualitas air yang ada serta pemulihan terhadap kualitas air yang sudah tercemar dan diwujudkan melalui pendekatan pengelolaan lingkungan.

 

Oleh karena itu, untuk mengatasi hal-hal tersebut, dibutuhkan arahan yang berupa Kebijakan Nasional (Jaknas) Sumber Daya Air yang merupakan hasil kerja Dewan Sumber Daya Air Nasional. Jaknas SDA ini akan di tetapkan sebagai Peraturan Presiden dan menjadi acuan bagi instansi atau sektor terkait dalam merumuskan rencana strategis yang sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.

 

Kebijakan Nasional Sumber Daya Air (Jaknas SDA) selain diperintahkan penyusunannya oleh UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, juga merupakan respon yang bersifat antisipatif terhadap perkembangan kondisi sumber daya air saat ini dan ke depan. Hal ini bertujuan agar air senantiasa dapat didayagunan untuk mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan.

 

Dalam kesempatan tersebut, Amron juga menyatakan apresiasinya kepada harian Media Indonesia dan Bappenas yang sudah menyelenggarakan Forum Diskusi Nasional. Turut hadir dalam acara ini Direktur Bina Penatagunaan Sumber Daya Air Jaya Murni, Direktur Bina Program Mudjiadi dan juga mahasiswa dari Universitas Indonesia.(anj-datinsda/ifn)

 

Pusat Komunikasi Publik, www.pu.go.id



Generasi Muda Perlu Diberi Wawasan Tentang Perencanaan Kota

Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto mengatakan bahwa generasi muda perlu diberikan wawasan mengenai pembangunan kota dan perencanaan kota. Oleh karena itu, dirinya mendukung acara-acara semacam "Planners Goes to School" oleh Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP), yang mengajak anak-anak untuk mengenal sejak dini mengenai perencanaan kota.
Hal tersebut disampaikan Menteri PU saat berdialog dengan siswa-siswa SD Al Azhar Pusat yang mengikuti acara "Planners Goes to School" di lobby gedung Direktorat Jenderal (Ditjen) Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum (PU), minggu lalu. Para peserta tampak amat antusias menanyakan mengenai pembangunan kota dan peran Kementerian PU. Dalam acara tersebut, peserta juga diajak berkunjung ke ruang kerja Menteri PU untuk melihat secara langsung ruangan  di mana keputusan-keputusan penting dibuat. Djoko berharap, acara tersebut mampu melahirkan generasi-generasi muda yang peduli pada lingkungan dan pembangunan kota.
Acara "Planner Goes to School” merupakan terobosan IAP dalam melakukan pencerdasan terhadap pembangunan kota dan aspek tata ruang. Sebab, persoalan pembangunan perkotaan dewasa ini tidak hanya menghadapi persoalan teknis dan birokratis semata. Pemerintah kota menghadapi persoalan-persoalan yang terkait dengan behavior (perilaku) dari para pelaksana pembangunan kota, baik dari kelompok birokrasi atau masyarakat sipil lainnya.
Banyak kasus minimnya partisipasi masyarakat dalam proses penataan ruang ( baik perencanaan, pemanfaatan ataupun pengendalian) disebabkan adanya kesenjangan informasi yang cukup besar antara masyarakat dan perencana mengenai tata ruang atau pembangunan kota.
Selepas berdialog dengan Menteri PU, peserta melaksanakan kegiatan di Taman Suropati Menteng dan Jakarta City Planning Gallery. Selama kegiatan tersebut, peserta diberikan informasi sederhana mengenai pembangunan kota dan bagaimana menjadi warga kota yang baik. Peserta mempelajari sejarah dan arah pembangunan kota Jakarta melalui display yang ada. (EC/IAP/ifn)
Pusat Komunikasi Publik www.pu.go.id


Sunday, April 24, 2011

Notes Sosialisasi Pengendalian Banjir April 2011

  • Pengendalian Banjir di daerah dengan APBN dapat dilakukan dengan cost-sharing :
    • APBN : membiayai pembebasan lahan dan masalah sosial
    • APBN : membiayai infrastruktur
  • Untuk program banjir yang dibiayai dari LOAN, biaya pembebasan lahan bisa dengan APBN.
  • Perencanaan banjir rencana dulu dan sekarang dapat berubah, karena adanya perubahan tata guna lahan di hulu sungai. Perubahan tata guna lahan di hulu menyebabkan perubahan koefesien run off dan waktu banjir dari anak-anak sungai.
  • Living in harmony dengan banjir dapat menjadi alternatif penanganan banjir
  • 3 Penyebab banjir :
    1. Pembesaran aliran dari hulu akibat perubahan land use
    2. Terjadi okupasi dataran banjir untuk permukiman
    3. Penyempitan dan pendangkalan alur sungai




Sunday, April 10, 2011

Hirarki Perundangan di Indonesia

Hirarki perundangan perlu diketahui, karena sudah banyak peraturan-peraturan daerah yang sering kali tidak sejalan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi.

Sebagai acuan, dalam UU No 10 Tahun 2004, hirarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:
  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
  3. Peraturan Pemerintah;
  4. Peraturan Presiden;
  5. Peraturan Daerah;
  6. Jenis Peraturan Perundang-undangan selain di atas, yang diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, antara lain Peraturan Menteri.
Jadi jika ada pasal-pasal dalam perda yang bertentangan dengan peraturan pemerintah atau undang-undang yang lebih tinggi, maka pasal tersebut harus ditinjau ulang.

Saturday, April 9, 2011

Rembesan pada bendungan

Air yang ditampung dalam waduk cenderung akan mencari jalan keluar dan mengalir ke bagian hilirnya, melalui material yang porous atau suatu rekahan, baik melalui tubuh bendungan, pondas, atau sekitar tumpuan.
Bendungan harus didesain aman terhadap rembesan.

Secara umum, langkah2 yang harus dilakukan dalam perencanaan terkait masalah rembesan:
  1. Pemetaan Lapangan
  2. Pemboran dan pengambilan contoh tanah
  3. Pengujian lapangan
  4. Investigasi geofisik
Untuk dapat menghitung debit rembesan, parameter yang harus diketahui adalah nilai koefesien permeabilitas K.
Nilai k tipikal untuk beberapa jenis material sbb:
- Kerikil
: > 1 cm/det
- pasir campur kerikil
: 10-2 - 1 cm/det
- pasir halus, lanau dan lanau lempungan: 10-5 - 10-2 cm/det
- Lempung dan lempung lanauan: < 10-5 cm/det

Masalah rembesan yang dapat menyebabkan keruntuhan bendungan antara lain :
  1. Tekanan angkat (blow out)
    Apabila tekanan air di pondasi yang pervious (lulus air) air lebih besar dari berat overburden bendungan, maka akan menyebabkan gaya angkat yang dapat meruntuhkan bendungan terutama di bagian kaki hilirnya.
  2. Piping
    Rembesan akibat tekanan air pori berlebih membawa butiran-butiran tanah hingga membentuk pipa-pipa dalam tubuh bendungan atau pondasinya.
  3. Erosi internal
    Rembesan akibat tekanan air pori berlebih masuk kedalam rekahan dalam tubuh bendungan maupun pondasi.
  4. Solutioning (penguraian)
    Terjadi akibat larutnya batuan dalam pondasi bendungan, misalnya gypsum, anhydrate, halite (salt rock), dan batu kapur/gamping
  5. Tekanan rembesan berlebihan
    Akibat naiknya muka air bendungan, garis freatik air ikut naik. Jika garis freatik memotong lereng hilir bendungan, maka akan terjadi pembasahan yang akan memicu terjadi nya erosi maupun longsoran bendungan

Untuk mengendalikan rembesan, dapat dilakukan dengan cara :
  1. Memberi lapisan filter.
    Filter dapat mencegah terjadinya piping maupun erosi internal, meskipung gradien hidrolisnya besar. Untuk itu filter harus didesain dengan benar dan tebalnya harus cukup untuk mengalirkan debit rembesan.
  2. Mengurangi rembesan dengan cara :
    • membuat kemiringan lereng lebih landai
    • membuat zona inti bendungan dari beton atau tanah bentonit yang plastis
  3. Mengendalikan rembesan melalui pondasi
    • membuat cutoff wall
    • membuat selimut kedap hulu (upstream impervious blanket)
    • membuat berm rembesan hilir (downstream seepage berm)
    • dengan grouting


Thursday, April 7, 2011

Notes Pelatihan Bendungan April 2011

Tulisan ini hanya catatan-catatan kecil saya yang belum sempat diolah. Mohon masukan kalau ada kesalahan.
  • Batuan yang tererosi dan terbawa ke laut akan tersortasi dengan baik, sehingga material yang lebih besar akan terendapkan lebih ke tepi sedangkan yang material yang lebih halus akan terendapkan lebih ke tengah laut.
  • Batuan sedimen terbentuk akibat terjadinya proses sementasi (pengikatan oleh kalsit CaCO3, silika SiO2, oksidasi besi (Fe2O3) dan proses litifikasi (proses pemampatan dan pemadatan).
  • Pada kumpulan data yang terdistribusi normal, nilai mean akan sama dengan nilai median.
  • PP Das harus disingkronkan dengan UUD 7 SDA.
  • Konsep Integrated Water Source Management belum tersosialisasi dengan baik, bahkan di forum FHO konsep IWRM belum dikenal. Hal ini disebabkan karena para aktivis IWRM belum banyak muncul ke permukaan.
  • Untuk menghitung curah hujan DAS yang memiliki beberapa stasiun hidrologi, dapat menggunakan beberapa metode yang lazim yaitu metode rata kawasan, metode Thiessen, metode Isohyet
  • Efektifitas grouting 50-70%
  • Timbunan yang sudutnya > 45% rentan retakan akibat penurunan yang tidak merata
  • sebelum dilakukan grouting, dilakukan grouting test untuk mengetahui efektifitasnya
  • modulus young (elastisitas) beton plastis untuk cutoff wall dibuat 10-15 x modulus young tanahnya, untuk menghindari terjadinya konsentrasi tegangan yang akan menyebabkan retak-retak pada bendungan.
  • Tekanan yang diberikan saat Grouting pada pondasi tidak boleh lebih besar dari beban overburden agar tidak terjadi hidrolic fracture yang akan memicu terjadinya piping. Grouting juga tidak boleh dilakukan di tubuh bendungan, karena sangat berpotensi menyebabkan retakan.
  • Ketika tubuh urugan bendungan mengalami konsolidasi, akan terjadi gesekan dengan bangunan masif seperti spillway. GEsekan akan menghambat settlement urugan di bidang kontak dengan beton spillway sehingga akan terjadi retak yang disebut Arching. Retakan akibat arching sangat berbahaya karena air bertekanan akan merembes dan menyebabkan piping.
  • Ada 3 teknik yang lazim untuk mencegah terjadinya arching :
    1. Kemiringan beton spillway dibuat landai, agar berat sendiri tanah dapat mendesak ke arah bidang kontak
    2. Dinding beton spillway dibuat rata/licin
    3. Memberi lapisan contact-clay pada dinding spillway
  • Garis muka air freatis adalah titik-titik dimana tekanan air sama dengan tekanan atmosfer
  • Instrumentasi bendungan digunakan untuk verifikasi desain, apakah asumsi desain sama dengan yang terjadi di lapangan.
  • Dam Break Analysis disimulasikan dengan 2 kondisi :
    1. Overtopping
    2. Piping
  • Instrumentasi bendungan perlu dipasang di area weakzone.
  • Instrumentasi piezometer standpipe (pipa tegak) memberi respon yang lambat dibanding piezometer elektrik sehingga tidak dapat memberikan informasi tekanan air pori saat terjadi beban gempa.
  • Disipasi air pori adalah turunnya tegangan air pori
  • Consolidasi sekunder terjadi karena terjadi reposisi butiran-butiran tanah
  • Tanah expansif adalah tanah yang memiliki kembang susut besar, yaitu memiliki nilai IP indeks plastisitas > 50%, sehingga tidak cocok untuk tanah timbunan pada bendungan. Untuk mengurangi sifat ekpansif tanah, dapat dilakukan dengan mencampur kapur atau seme. Bentonite termasuk jenis tanah yang sangat expansive.
  • Batu lempung = shales = berbentuk serpih2 dengan gaya geser rendah
  • Membangun bendungan pada daerah yang terdapat gua dengan formasi KARST didalamnya, sangat rentan kebocoran.
  • Fresh rock tidak sama dengan soundrock
  • Harga pasaran untuk pengeboran inti per 1 titik :
    • lapisan tanah = 150 - 200 rb/m
    • lapisan batu keras = 1 jt/m dengan kecepatan 10-20 cm/hari
  • Uji SPT cocok untuk tanah non-kohesif (pasiran)
    Uji CPT cocok untuk tanah kohesif (lempungan)
  • Piezocone digunakan untuk menghitung cepat rambat air arah horizontal agar dapat menghitung kecepatan konsolidasi lebih tepat.
  • Aliran air dalam tanah sangat lambat sehingga dapat dianggap aliran laminer dan berlaku hukum Darcy : Q = k . i . A
  • Transient Vs Steady
    Kondisi transient adalah kondisi dimana flownet rembesan belum steady
  • Untuk timbunan bendungan urugan, Kh umumny berkisar 4 - 9 Kv. Untuk menghasilkan tanah yang isotropis dimana Kh = Kv, digunakan sheepfoot roller.
  • Tanah kohesif jika dipadatkan dengan vibrator akan menyebabkan kenaikan air pori sehingga akan mengurangi kuat geser. Kepadatan lapangan yang diinginkan adalah 95%, diuji dengan uji proctor.
  • Tanah non-kohesif harus dengan vibrator. Kepadatan yang diinginkan adalah 70-80%, diuji dengan uji getar.
  • Karet bisa menyerap air dan lama-lama akan mengeras dan tidak elastis
  • Baja bisa mengalami erosi karena peristiwa elktromekanikal
  • Agar tidak terjadi korosi pada pintu bendungan, dapat dilakukan dengan :
    1. Pemilihan bahan tidak korosif
    2. Lobang dan celah dilas
    3. Pelapisan dengan cat
    4. Dibuat lubang drainase untuk menghindari genangan
  • Pengecatan pintu bendungan yang belum dibersihkan malah akan mempercepat proses korosi. Metode pembersihan dengan sandblasting (penyemprotan dengan pasir kuarsa atau pasir baja). Setelah selesai sandblasting, dalam waktu < 24 jam, sudah harus diberi lapisan cat dasar.
  • Pengecatan dapat dilakukan dengan udara (menggunakan kompresor) atau tanpa udara.
  • Perbedaan baja vs besi :
    • Besi mengandung karbon lebih banyak sehingga lebih keras tapi getas
    • Baja mengandung karbon lebih sedikit sehingga lebih elastis
  • Katup pengaman pada saluran bottom outlet harus dilengkapi dengan saluran by pass agar tekanan di depan dan belakang katup menjadi seimbang.
  • Pipa bottom outlet harus memiliki ventilasi udara ke permukaan agar tidak terjadi tekanan negatif dan menghindari terjadinya kavitasi.
  • PMF = probable maximum flood
    BMB = banjir maksimum boleh jadi
  • Model test untuk bendungan digunakan hanya untuk mensimulasikan daya tahan hidrolisnya, bukan untuk mensimulasikan kuat struktur karena tidak bisa di-skala-kan.
  • Kolam olak = stilling basin, digunakan untuk meredam energi air sebelum di lepas ke sungai. Kolam olak di desain dengan Q100, sedangkan dinding kolam olak dihitung dengan Q1000 untuk menghindari limpasan.
  • Bangunan spillway = bangunan pelimpah
  • Bangunan intake = bangunan pengeluaran
  • Bendungan Cipanunjan Jawa Barat sangat unik karena tubuh bendungan urugan dari tanah Allusite yang sangat ekspansif, IP 80-100
  • Tanah :
    1. berbutir kasar = < 50% lolos saringan no.200
      • kerikil = < 50% lolos saringan no.4
      • pasir = > 50% lolos saringan no.4
    2. berbutir halus = > 50% lolos saringan no.200
  • Untuk mengetahui C dan Ø tanah kohesif dilakukan dengan uji triaksial, sedangkan untuk tanah non-kohesif dan batu serpih dengan uji direct shear.
  • Parameter tanah residual adalah parameter tanah saat ini yang ada di lapangan pasca-konstruksi.
  • Cv = koefesien konsolidasi
    Cc = koefesien kompresi



Definisi geologi, geologi teknik, dan geoteknik

Untuk mengurangi kebingungan tentang penggunaan istilah geologi, geologi teknik, dan geoteknik, berikut ini sedikit informasi tentang perbedaan definisi ketiga kata tersebut :
  • Geologi = ilmu yg mempelajari seluk beluk kerak bumi (earth crust); mulai dari asal-usul, jenis, komposisi, dan penyebaran  materialnya, hingga struktur dan proses perubahan yang terjadi.
  • Geologi teknik atau Engineering Geology = ilmu geologi terapan dalam bidang teknik sipil yang mempelajari  hubungan dan pengaruh geologi terhadap pekerjaan konstruksi (engineering practice).
  • Geoteknik atau Geotechnic = cabang dari ilmu teknik sipil yang menerapkan geologi dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun OP pada pekerjaan konstruksi.


Faktor Penyebab Keruntuhan Bendungan

Menurut Gruner (1962), peristiwa kegagalan/keruntuhan bendungan yang terjadi selama ini dikarenakan fraktor2 sbb :
  1. Keruntuhan/kerusakan bantuan pondasi 40%
  2. Pelimpah kurang/tidak memadai 23%
  3. Kualitas konstruksi 12%
  4. Amblesan yang tidak merata 10%
  5. Tekanan air pori berlebihan 5%
  6. Longsoran 2%
  7. Kualitas material 2%
  8. Kesalahan operasional 2%
  9. Perang, gempa bumi, dan faktor lain2 2%
@ Terlihat bahwa keruntuhan bendungan sebagian besar disebabkan oleh faktor geologi sekitar 59%